Puisi ini kutulis lantaran melihat dia
Ketika awan mega berarak di dada langit
Ketika aku menanti titisan hujan membasahi
bumi
Tersurat pertemuan yang tak terlintas oleh fikirku
Lalu kocoretkan puisi yang terbuku di kalbu
Masih kutatap langit berwajah kirmizi
Ketika engkau menatap langit lazuardi
Titis-titis hujan mencurah ke bumi
Pandanglah titis-titis itu
Tatkala aku
sedang mengutip satu demi satu
bilah-bilah kenangan yang sedang membunuh
Kesakitan ,keperitan, penderitaan dan
kemanisan tanpa gula
Masih kusisip rindu yang bertamu di hujung hati
Menghirup makna kekecewaan yang menjenguk
Tabalkan aku menjadi suri di ladang cinta
Benihnya bercambah dari sebuah ilusi
kepalsuan
Yang terpateri pada garis masa lalu
Kusisip pertemuan ini biar sepahit hempedu
Agar mewangi menjadi secangkir madu
Potretkan aku dalam sejuring kenanganmu
Biar pecah menjadi puing-puing berterbangan
Disapa semilir yang berlagu pilu
Tiada pengertian lagi,
Walau izin berwali walau ijab bersaksi
Sesungguhnya,
Cinta itu tidak akan pernah kehilangan erti
Cinta itu tidak datang bersama kompromi
Lalu
aku meneguk aroma galau
Terhukum aku di penjara
kenyataan
Yang bersidang di mahkamah kehidupan
Pandanglah wajahku dari hati
Akan
terbuka hijab oleh relung waktu
Yang tertutup oleh mata
Akan terlihat oleh hati .
Aku rela menjadi sebuah ilusi
Biar berkubur sebuah makam tanpa nisan
Demi engkau
menjadi realiti
Lantaran ada sesuatu sedang membunuh mimpi
No comments:
Post a Comment